Februari 23, 2008

Mawi dan kawan-kawan _ November 2007

Februari 23, 2008

SENJA DI SEBUAH KANAL

Senja hampir menyelimuti kota pelabuan itu,
dia akan menjadi gelap kalau tak ada cahaya lampu lampu.

Pejalan kaki itu mampir dengan gigil kedinginan dan harapan,
satu tempat kosong tesisa bagi penyeberangan.

Aku baru saja dari kanal berpagar sampah dan gundah,
jaman VOC bersurat tahun tahun menjajah.

Tidak. Mungkin saja ya kalau tak berjaga.
ia datang numpang Orde Baru seri kedua,

Monopoli
teriak anak cucunya pelan pelan suatu hari..

Mawi Ananta Jonie
Amsterdam, 08/02/2008

Februari 23, 2008

SCHIPHOL AMSTERDAM

Di lapangan tebang hari ini telah datang ribuan penumpang,
kami sekeluarga adalah bahagian yang terbilang.

Ke Asia, Afrika, Amerika, Australia dan atau ke Eropa,
semua punya tempat tersedia semua sudah bertanda.

Aku adalah seorang perantau asal dari negeri ribuan pulau,
istri dan anak lahir di kaki gunung siang malam menghimbau.

Kemanakah tujuan kami hari ini tanya lelaki seperjalanan,
ke Timur ke benua Asia Indonesia kampung halaman.

Puluhan tahun tak pulang kampung,
biduk tiris patah pendayung.

Mawi Ananta Jonie
Amsterdam, 11/02/2008

Februari 22, 2008

D O A

Malam keluarga kumpul dan orang sekampung,
ruangan tengah penuh yang di langkan tak bisa bergabung.

Seseorang memanjatkan doa hadirin menadahkan tangan,
aku yang pernah dibilang mati pulanglah dengan aman.

Menangis hatiku meratap untuk orang yang kucintai,
dia pergi dan dikubur karena penyakit tak terobati.

Ibunda jantungmu luka dan kuburmu siapa yang pelihara,
begitu kering begitu duka anakmu jauh di lain benua.

Semoga kembaliku hari ini awal yang akan datang,
meskipun jalan jauh dan tinggal di negeri orang.

Mawi Ananta Jonie

Amsterdam, 16/02/2008

Februari 22, 2008

S E N J A  D I  K A M P U N G

Senja itu kami tiba di kampung terdengar suara seseorang,
kupeluk dia etek tetangga yang meneriaki aku datang.

Di rumah tua berkumpul sanak keluarga lama menanti,
katanya sudah sejak berharihari.

Aku berjabat tangan satu satu yang lupa ingat ingat dulu,
kami mengenang kembali masa puluhan tahun yang lalu.

Di halaman depan istri dan anak anak kusaksikan,
dirangkul nenek nenek dan kaum prempuan.

Persahabatan tak membedakan suku dan bangsa,
karena darah Rakyat punya warna yang sama.

Mawi Ananta Jonie

Amsterdam, 15/02/2008

Februari 22, 2008

Mawi lagi baca puisi (Diemen Agustus 2006)

Februari 21, 2008

T E L U K B A Y U R

Dia pelabuhan yang membuka pintu hatinya bagi perantau,
datang dan pergi aku mendengar suaranya di lepas pulau.

Di sini aku lahir dan besar dimandikan asam garamnya,
juga masa perang dan damai kami tanggung bersama

Perang pernah menenggelamkan kapal dan tongkang,
tidak itu saja bom dan peluru merenggut nyawa banyak orang.

Depan pelabuhan Pulau Telok berjaga dan melindungi,
dari gelombang datang atau angin dan badai..

Teluk Bayur tempatku lahir,
tempatku menggali pantun dan akar syair.

Mawi Ananta Jonie
Amsterdam, 21/02/2008

Februari 13, 2008

UNTUK SEBUAH MIMPI DAN ARTIKATA MERDEKA

Ketika luka luka itu masih terus meradang dengan sakitnya adikku,
aku seberangi sungai dan panjati puncak puncak gunung negerimu.

Ini untuk sebuah mimpi dan arti kata merdeka yang diperjuangkan,
dan di sini aku pernah bikin janji jika aku mati kuburlah tanpa nisan.

Waktu itu barisanmu berderap maju tanpa kata menyerah,
bersemangat sumpah “hutang darah harus dibayar dengan darah”.

Orang orang boleh saja bermimpi ya adikku tiada yang melarang,
tapi kenyataan kenyataan lain dari apa yang dirancang.

Hari ini adalah hari yang Ke 30 pernikahan kita
dibawah tenda dan senja dengan bunga merah kesumba.

Sayup sayup terdengar suara tembakan senapang jauh,
di lekuk siku jalan cinta kita bersauh.

Mawi Ananta Jonie
Amsterdam, 05/02/2006

Februari 13, 2008

ALIH TEMANKU DI MASA KANAKKANAKKU DULU

Menyusuri jalan kehidupan masa kanakku dulu jauh di kampung,
sawah ladang tanah berlumpur digoda cicit si burung burung.

Kami rancah jalan kecil tak jauh ada suami istri berternak ayam,
sambil memetik buah pepaya mereka mengingatkan masa silam.

Si Pinta membawa pepaya besar itu di tangan kiri dan di kanan,
berterimakasih dalam bahasa Indonesia dan berjabat tangan.

Alih, ini anakku yang tua Brindo dia si kecil dua dua ingin kemari,
temanku itu punya tiga anak dan seorang istri Nurlela kembang berduri.

Kepada Lili istriku, Brindo dan Pinta, Alih dan aku berbagi cerita,
masa lalu kami ketika jadi tentara semut menjaga merdeka.

Mawi Ananta Jonie
Amsterdam, 25/01/2008.

Februari 13, 2008

DI TUGU SELAMAT DATANG
(bundaran Hotel Indonesia)

Sekali aku berdiri di depan tugu Selamat Datang teringat masa lalu,
dari sini kami demonstran mulai menyerbu mengacungkan tindju.

Pekik dan sorak ganyang kaum imperialis berkumandang lantang,
batu dan bata melayang menabrak kaca jendela meradang.

Api menyala lidahnya menjilat menjalar sampai keluar,
pekik Hidup Bung Karno Hidup Rakyat terasa membakar.

Di jalan Diponegoro pada sebuah rumah perwakilan,
dengan tiang bambu di puncak gedung merah putih dikibarkan.

Sekali aku berdiri di depan tugu Selamat Datang melihat hari ini,
dari sini ribuan demonstran maju tak gentar menentang tirani.

Mawi Ananta Jonie

Amsterdam, 16/01/2008